KOMPLEKSITAS PEMAHAMAN KOMUNIKASI

Tingkat kesulitan dalam memahami komunikasi, sama halnya rumitnya memahami manusia. Ibarat tubuh manusia yang disebut sebagai sekumpulan jaringan-jaringan urat syaraf yang saling berhubungan satu sama lain dan saling tergantung keduanya. Dalam pandangan lain, manusia disebut juga berhubungan dengan manusia lain, biasa disebut makhluk sosial. Dikatakan juga manusia adalah makhluk yang saling berhubungan bahkan saling membutuhkan dari individu satu ke individu lainnya, dari individu satu ke kelompok lain atau dari kelompok satu ke kelompok lainnya. Yang kesemuanya tidak dapat terpisah antara satu dengan yang lainnya, bahkan bisa membatasi antara satu dengan yang lainnya. Komunikasi dalam kenyataannya juga susah untuk dipahami, apalagi dalam bentuk yang definitif. Banyak pendapat mengemuka tentang masing-masing definisi. Tergantung dari perspektif apa dan pendekatan apa yang digunakan. Sehingga, tidak ada definisi tunggal dalam menjelaskan komunikasi. Contoh, seorang mahasiswa S2 Komunikasi melihat sebuah kontur peta, dia akan menemukan garis-garis pada kertas. Sedangkan, pembuat peta hanya menggambarkan sebuah tanah lapang. Kita tidak mungkin menggunakan tanah. Mengenai definisi, maka sangat sulit untuk mendefinisikan kata ”komunikasi” padahal komunikasi itulah yang menjadi subjek studi ilmu komunikasi. Komunikasi memang adalah pengalaman yang paling biasa yang selalu kita alami sehari-hari. Tapi, saat kita coba mendefinisikannya, ia tiba-tiba menjadi teka- teki yang begitu rumit (Littlejohn, 2002: 2). Kesulitan untuk mendefinisikan komunikasi itu muncul dari penggunaan istilah komunikasi yang sedemikian luas dalam kehidupan kita sehari- hari. Komunikasi bisa adalah berbicara dengan orang lain, berita di koran, kritik sastra, diskusi ilmilah di ruang kelas, senyuman, ciuman, lambaian tangan, jeritan, sampai gaya potongan rambut. Daftar ini tak ada habis-habisnya. Penggunaan yang sedemikian luas dari istilah komunikasi inilah yang membingungkan kita saat mencoba mendefinisikan komunikasi. Apakah istilah komunikasi memiliki batasan arti? Bagaimana mendefinisikan komunikasi? Apakah segalanya adalah komunikasi? (Ruben dan Steward, 2006: 12; Fiske, 2004: 7). Lantas, apa sesungguhnya definisi dari komunikasi? Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita artikan dulu apa yang kita maksud dengan definisi. Definsi adalah sesuatu yang penting dalam ilmu pengetahuan. Definisi yang berbeda memiliki fungsi yang berbeda yang membuat para teoritesi mampu melakukan hal yang berbeda. Satu definisi seharusnya dinilai berdasarkan sebaik apa definisi itu mampu mencapai tujuan dari satu investigasi. Investigasi yang berbeda mensyaratkan definisi yang berbeda bahkan bisa jadi bertentangan satu sama lain. Definisi, oleh sebab itu, adalah alat yang semustinya bisa digunakan secara fleksibel. (Littlejohn, 2002: 8-9). Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa adanya satu definisi tunggal justeru akan menjadi kaku dan tidak mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan dari berbagai investigasi. Dance sendiri menyadari hal ini. Dance berkata: ”kita telah mencoba untuk membuat konsep atas ’komunikasi’ untuk mengerjakan terlalu banyak hal bagi kita” (Dance, 1970, dalam Littlejohn, 2002: 9). Oleh sebab itu Dance meminta adanya sekumpulan konsep, yang secara kolektif, mendefinisikan apa itu komunikasi. Jadi, implikasinya adalah tidak ada definisi yang tunggal mengenai apa itu komunikasi dalam Ilmu Komunikasi. Apa yang kemudian dilakukan Frank Dance? Persis seperti kesimpulannya bahwa dibutuhkan sekumpulan konsep untuk mendefinisikan komunikasi, maka Dance berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin konsep untuk mendefinisikan komunikasi. Ia menemukan tiga poin ”diferensiasi konseptual kritis” yang membentuk dimensi dasar dari komuniasi yaitu (1) level observasi atau keabstrakan. Terkadang, satu definisi terlalu meluas sedang yang lain terlalu menyempit. (2) Kesengajaan. Sebagian definisi hanya memasukkan tindakan yang disengaja sebagai komunikasi, sebagian lagi tidak. (3) Penilaian normatif yaitu memasukkan satu penilaian normatif atas komunikasi. Misalnya, akurasi dan efisensi pengiriman pesan, sampai pemahaman pesan (Littlejohn, 2002: 6-7). Dari upayanya, Frank Dance berhasil mengumpulkan 126 definisi atas komunikasi (Ruben dan Stewart, 2006 : 13). Ruben sendiri, mengajukan beberapa karakteristik yang fundamental dari komunikasi yaitu (1) komunikasi itu proses, (2) komunikasi itu adalah sesuatu yang esensial bagi kehidupan individu, relasi, kelompok, organisasi dan masyarakat, (3) komunikasi melibatkan tindakan merespon dan membuat pesan dan mentransformasikan pesan menjadi satu informasi yang bisa dipakai, (4) komunikasi melibatkan tindakan beradaptasi dengan manusia lain dan lingkungan. Dengan mengkombinasikan empat karakteristik fundamental itu,Ruben hendak menawarkan satu definisi yang menurut hematnya cukup memadai atas komunikasi yaitu: human communication is the process through which individuals in relationships, groups, organizations, and societes create and use information to relate to the environment and one another (komunikasi manusia adalah satu proses yang melaluinya individu dalam relasi-relasi, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan memakai informasi untuk berhubungan dengan lingkungan dan orang lain) (Ruben dan Stewart, 2006 : 14-17). Lantas, perilaku apa sajakah yang dapat digolongkan komunikasi? Ada sembilan perilaku yang bisa dipertimbangkan dalam mendefinisikan komunikasi. Sembilan perilaku itu adalah (1A) nonperceived symptomatic behaviour (pesan berupa gejala fisik yang tak disengaja –seperti menguap, yang tak diterima penerima), (1B) incidenttally perceived symptoms (pesan berupa gejala fisik tak disengaja, tetapi diterima penerima walaupun diacuhkan), (1C) symptom attended to (pesan berupa gejala fisik yang tak disengaja dan diterima oleh penerima kemudian direspon, (2A) nonperceived nonverbal message (pesan nonverbal yang dikirim dengan sengaja, tetapi tidak diterima), (2B) incidental nonverbal message (yang dikirim dengan sengaja, diterima tetapi diacuhkan), (2C) nonverbal messages attended to (pesan nonverbal yang dikirim dengan sengaja dan direspon), (3A) nonperceived verbal messages (pesan verbal yang dikirimdengan sengaja, tetapi tidak diterima), (3B) incidental verbal message (pesan verbal yang dikirimkan dengan sengaja, diterima tetapi diacukan), (3C) verbal messages attended to (pesan verbal yang dikirim dengan sengaja, diterima dan direspon dengan sengaja). Kita bisa menggolongkan perilaku mana saja yang termasuk komunikasi dengan menjawab dua pertanyaan pemandu berikut ini: (1) Haruskah komunikasi dilakukan dengan sengaja? (2) Haruskah pesan komunikasi ditangkap penerima? (Littlejohn, 2002: 7-9) Motley menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pengiriman pesan yang disengaja dan selama pesan itu dapat diterima (2B, 3B, 2C, 3C). Pendapat Motley ini disebut the sender-receiver model. Andersen menyatakan bahwa setiap perilaku yang bisa dimaknai oleh penerima harus digolongkan kedalam komunikasi tanpa memperdulikan kesengajaan pengirim (1B, 2B, 3B, 1C, 2C, 3C). Pendapat Andersen ini disebut the receiver model. Terakhir, Clevenger menyatakan bahwa ia setuju dengan Motley bahwa hanya pengiriman pesan yang disengajalah yang tergolong komunikasi. Tapi kesengajaan sulit untuk diketahui sehingga ia menyarankan agar semua pengiriman baik yang disengaja maupun tidak, selama pesanyang dikirim masih diterima, dapat digolongkan sebagai komunikasi (2A, 3A, 1B, 2B, 3B, 1C, 2C, 3C). Pendapat Clevenger ini disebut the communication behaviour model. Littlejohn mensintesakan dari pemikiran tiga pakar bahwa semua perilaku yang disengaja dapat digolongkan sebagai komunikasi. Tapi, masih ada perbedaan pendapat tentang perilaku lain lagi yang mana yang dapat digolongkan sebagai komunikasi. Karena sedemikian luasnya komunikasi, serta sedemikian pentingnya definisi bagi investigasi komunikasi, maka Littlejohn dalam hal ini kemudian bersepakat dengan Dance bahwa diperlukan lebih dari satu definisi atas komunikasi melainkan sekumpulan konsep (Littlejohn, 2002: 8-9). Betapa luasnya makna dan definisi komunikasi telah melahirkan begitu banyak teori dalam bidang ini. Kemudian, muncul pertanyaan, bagaimana mengkarakteristikkan teori komunikasi yang beragam tadi menjadi satu bidang? Seorang profesor komunikasi dari University of Colorado yaitu Robert T Craig berpendapat bahwa akan bidang ini tidak akan tersatukan dengan menyatukan teori atau teori-teori karena teori-teori selalu merefleksikan betapa majemuknya ide-ide praktis tentang komunikasi dalam hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, maka kita seharusnya bukan bertujuan mencari satu model standar melainkan mencari satu bentuk koherensi berdasarkan pada; (1) pemahaman bersama atas persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan atau titik ketegangan antara teori-teori dan (2) suatu komitmen bersama untuk mengatur ketegangan itu lewat dialog. Dari sini, kita mendapatkan dua persyaratan agar teori komunikasi bisa menjadi satu bidang yaitu adanya metamodel (model atas model) dan metadiscourse atau wacanamengenai wacana). Sebagai premis dasar metamodel, Craig mengatakan bahwa komunikasi membentuk realitas. Ia adalah proses primer dimana kehidupan manusia dialami. Mengenai metadiscourse, maka yang dimaksud Craig adalah teori komunikasi yakni bentuk komunikasi yang ”menjelaskan komunikasi”. Craig selanjutnya mendeskripsikan bahwa ada tujuh titik pijak tradisional yang bisa ikut serta dalam dialog untuk membentuk koherensi bidang komunikasi yaitu (1) tradisi retoris yang memandang komunikasi sebagai seni keterampilan yang bisa dievaluasi dan dikembangkan, (2) tradisi semiotik yang fokus pada tanda-tanda dan simbol-simbol serta bagaimana tanda-tanda itu membangkitkan makna, (3)Tradisi fenomenologis yang berkonsentrasi pada pengalaman personal sehingga memandang komunikasi sebagai pertukaran pengalaman personal melalui dialog, (4) tradisi sibernetik yang memandang komunikasi sebagai pemprosesan informasi, (5) tradisi sosiopsikologis yang berkonsentrasi pada aspek-aspek komunikasi seperti ekpresi, interaksi dan pengaruh, (6) tradisi sosiokultural yang menjadikan tatanan sosial sebagai fokus mereka dan memandang komunikasi sebagai perekat masyarakat, serta (7) tradisi kritis yang cenderung memandangkomunikasi sebagai pengaturan sosial dari kekuasaan dan penindasan yang merespon persoalan-persoalan ideologi, kekuasaan, dan dominasi. (Littlejohn, 2002: 12-14) Dalam kaitannya dengan hal ini, Bradac dan Bowers telah mengadakan satu analisis metateori atas ilmu komunikasi. Metateori adalah satu bidang yang mendeskripsikan dan menjelaskan persamaan-persamaan serta perbedaan-perbedaan yang ada diantara teori-teori dengan memakai tiga tema besar yaitu epistemologi (tentang pengetahuan yang benar dan cara mendapatkannya), ontologi (tentang eksistensi) dan aksiologi (tenyang nilai-nilai). Apa hasil dari analisis Bradac dan Bowers itu? Dalam bagian kesimpulan, Bradac dan Bowers mengatakan bahwa metateori yang ada dalam ilmu komunikasi sudah benar, sudah pada jalurnya. Oleh sebab itu, tugas kita selanjutnya bukan lagi membuat metateori melainkan melakukan riset danberteori dengan memakai metateori yang sudah ada. (Bradac and Bowers, dalam Burgoon, ed., 1982: 20-21). Jadi, tujuh titik pijak yang ditawarkan Craig sudah memadai untuk menjadi titik pijak kita dalam berteori. Apa Itu teori komunikasi? Secara sederhana, teori adalah segala upaya menjelaskan atau merepresentasikan pengalaman dan realitas. Artinya, semua orang dalam kehidupan sehari-hari bisa saja berteori. Namun, para ilmuwan memakai istilah teordengan lebih seksama yakni hasil kerja intelektual yang melibatkan penelitian ilmiah yang tekun dan seksama. Istilah teori komunikasi sendiri bisa merujuk pada satu teori atau juga untuk menandai sekumpulan pemikiran yang ditemukan dalam sekumpulan teori yang berhubungan dengan komunikasi Mengapa Mempelajari Teori Komunikasi? Karena dengan mengembangkan pemahaman atas berbagai teori komunikasi kita mendapatkan paradigma yang membuat kita mampu menginterpretasikan peristiwa dengan lebih mendalam, fleksibel dan bermanfaat. Kita lantas bisa melihat hal-hal baru dan bermanfaat sekalipun objek yang kita amati adalah objek yang sudah familiar bagi kita. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Anwar. 2006. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Cetakan 7. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Bradac, James J. dan John Waite Bowers. 1982. Issues in Communication Theory: A Metatheoretical Analysis, dalam Michel Burgoon (ed.). Communication Year Book 5 Budyatna, M. 2008. Perkembangan Sistem Pendidikan Komunikasi, dalam Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia. Jakarta : Kompas Dahlan, M. Alwi. 2008. Selintas Perkembangan KomunikDahlan, M. Alwi. 2008. Selintas Perkembangan Komunikasi dan Ilmunya: Retrospeksi dan Prospek. Disampaikan sebagai materi diskusi pada Colloqium Pembuka Awal Tahun Kuliah 2008-2009, Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia. Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Ibrahim, Idi Subandy. 2004. Studi Komunikasi Dalam Masyarakat Kontemporer : Menuju Konvergensi dan Pendekatan Kritis. Pengantar Editor untuk Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra Littlejohn, Stephen. 2002. Theories of Human Communication. Seventh edition. Belmont: Wadsworth Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research and Evaluation Methods. Third edition. Thousand Oaks, California: Sage Publications Radford, Gary. 2005. On The Philosophy of Communication. Belmont: Wadsworth Ruben, Brent D, dan Lea P. Stewart. 2006. Communication and Human Behavior. Fifth edition. Boston: Pearson Education

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lesung

Studi kasus : Konsep pesantren Abdurahman Wahid Di Era Orde Baru Dan Reformasi

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI