Ketika pendidikan menjadi sebuah investasi ( Belajar reformasi pendidikan dari Cile )

Pendidikan di cile : sebuah langkah maju ‘ kalau mau berinvestasi untuk masa depan , pendidikan adalah hal yang sangat penting “ kalimat ini di kemukakan Ricardo lagos , dia adalah presiden Cile periode 2000 –2006 , sangat menarik memang , di Cile , pendidikan menjadi kebanggaan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat ( sorotan ,Kompas, 16 06 2005 ) . sebuah prestasi yang mencengangkan dan tidak lahir begitu saja , Dari masa –masa suram pendidikan waktu 1973 - 1990 ketika cile di perintah secara tidak demokratis oleh rezim militer ,sampai kemudian ketika dipegang presiden Patricio aylwin ( 1990 ) yang menjadi tonggak kebangkitan demokratisasi Cile, dari situlah mulai di hembuskan reformasi pendidikan dan di tahun 1996 , Presiden Eduardo Frei (1994 –2000) meresmikannya dengan membentuk sebuah komisi nasional untuk moderenisasi pendidikan . Dalam komisi ini di libatkan semua unsur komponen bangsa dari perwakilan semua partai , serikat guru dan orang –orang penting dalam bidang pendidikan , Ini menjadi salah satu faktor penting yang membuat reformasi pendidikan itu berhasil, semua pihak di libatkan untuk mencapai kata sepakat dalam masalah –masalah pendidikan . Ada beberapa hal yang menjadi isu utama dalam reformasi pendidikan ini seperti di katakan Xavier Vanni seorang Dirjen pendidikan Umum kementrian pendidikan Cile kabinet Lagos : pertama , pembaharuan kurikulum , sebelumnya siswa bersekolah dalam dua masa yang bergantian yaitu pagi dan siang , setelah reformasi siswa mempunyai satu hari sekolah penuh . Kedua, persiapan dan kesejahteraan guru , di sini terdapat data , sebelum tahun 1990 gaji guru buruk , setelah masa 15 tahun kemudian terdapat kenaikan yang signifikan , gaji guru meningkat 150 persen . Untuk meningkatkan mutu guru , pemerintah menyelenggarakan pelatihan guru di universitas – universitas.Tidak heran , profesi guru yang sebelum tahun 1990 kurang laku di masyarakat , sekarang menjadi satu dari empat karir top di masyarakat , termasuk di kalangan pemuda . Pendidikan di cile menggunakan wajib belajar selama 12 tahun , dari tingkat dasar sampai menengah . Ada tiga jenis sekolah : sekolah negeri yang bebas biaya , sejumlah 55 % dari jumlah sekolah , sekolah swasta bersubsidi ( biasanya milik yayasan , gereja atau organisasi lain ) sejumlah 35%, terakhir , sekolah swasta murni sebesar 8-10% dan semuanya harus mengikuti kurikulum nasional . Isu utama lain adalah perlunya menegaskan sifat kebijaksanaan sosial dalam pembaharuan pendidikan dengan membuat program khusus untuk mendukung sekolah –sekolah yang mempunyai lebih banyak siswa dari keluarga yang tidak mampu dengan sumberdaya yang lebih sedikit , “ini menjadi diskriminasi positif “ jelas vanni. Negara berpenduduk 16 juta orang ini , membelanjakan anggaran pendapatannya untuk pendidikan sangat banyak , dan setiap tahun selalu naik secara signifikan . ketika tahun 1995 , semasa presiden Frei anggaran pendidikannya sebesar 1.620 ,2 juta dollar. Di akhir pemerintahannya naik menjadi sebesar 2. 412 juta dollar dan di masa kepemimpinan Lagos pada tahun 2002 naik ( lagi ) menjadi 3.017 juta dollar . Dalam tempo kurang dari se - windu terjadi kenaikan 1.397 juta dollar atau hampir 1000% . dan kenaikan ini juga di imbangi dengan adanya pengembangan dalam program –programnya , dengan di terapkan kurikulum baru untuk pendidikan pra sekolah misalnya . Karena pendidikan ini di samping bisa membantu anak –anak dalam hasil yang lebih baik , juga menjadikan ibu – ibu mempunyai banyak waktu untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan di luar , sehingga mampu meningkatkan kesejahterakan hidup dia dan keluarganya . Hasil dari pembaharuan pendidikan di Cile sangatlah fantastis , kini lebih dari 90 % anak –anak melanjutkan sekolah menengah atau terjadi kenaikan sebesar 70% daripada tahun sebelumnya . Di tingkat perguruan tinggi , liputan pendidikan kini mencapai 35 % naik 15 % dari 15 tahun yang lalu . Walau demikian kesinambungan pembaharuan itu terus di lakukan dengan memperbaki diri dan dengan membandingkan dengan negara lain . Pendidikan di Indonesia : berada di persimpangan jalan “Mencerdaskan kehidupan bangsa “ begitulah tujuan pendidikan nasional yang ada dalam pembukaan UUD 1945, kalimat itu sering kita dengar dari media massa ;cetak atau elektronik . Dan sejak dini di tanamkam melalui pelajaran tingkat dasar (SD) , begitu seringnya sampai –sampai kita pun hafal di luar kepala , waktu itu kita tidak tahu begitu agungnya ma`na filosofis kalimat di atas , padahal kecerdasan ( masyarakat ) sebuah bangsa mutlak di di perlukan sebagai syarat untuk menjadi bangsa yang besar ,yang tidak mudah di perdaya bangsa –bangsa ( cerdas) lain . Pendidikan nasional sebenarnya bisa menjadi pintu yang tepat mencapai tujuan mulia tersebut , tapi , selama hampir 60 tahun semenjak di plokamirkannya kemerdekaan oleh Sukarno, pendidikan nasional masih belum mampu `mencerdaskan` bangsanya , seakan masih dalam tidur yang panjang . Dari pemerintahan satu ke pemerintahan selanjutnya masih terus dan terus mencari bentuk dan cenderung tidak serius . Indikasi minimnya anggaran salah satunya, anggaran belanja nasional untuk pendidikan tidak lebih dari angka 2 % per-tahunnya . Ini menyedihkan mengingat anggaran belanja untuk kepentingan ekonomi saja mendekati angka 60 % , padahal seperti kita tahu anggaran ekonomi itu hanya di nikmati segelintir orang saja . ketidakseriusan pemerintah di sini semakin lengkap dengan seringnya gonta –ganti kebijakan . Setiap ganti pemerintahanan ( lebih dari lima kali pergantian ) ini jelas berimbas pada ketidaksetabilan , kebingungan pola pendidikan juga orientasinya , terutama di daerah - daerah yang mempunyai karekteristik masing – masing dan masih banyak lagi masalah –masalah pendidikan yang belum terpecahkan ;kurangnya kesejahteraan guru , minimnya minat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, formulasi kurikulum yang tidak selesai –selesai dan cenderung menjadi bahan percobaan . Kegagalan pendidikan memang tidak hanya peran pemerintah semata ,masyarakat juga berperan di sini , mereka banyak tidak berinisiatif membangkitkan sendiri mutu sumber daya mereka. Mereka cenderung pasif ,menunggu dari pemerintah ,sedangkan pemerintah sendiri ( tentunya ) berjalan ke arah yang belum jelas . Sungguh , ini tidak positif dan bisa terjadi disorientasi pendidikan ke depan.Sehingga berpotensi mengaburkan tujuan yang ada dalam UUD . Kesimpulan Memang dalam rangka otonomi daerah sekarang diharapkan pola ( pendidikan sentral )semacam itu tidak berlanjut . kalau dulu sentralisasi pendidikan menjadi kendala sehingga kreatifitas di daerah di kebiri , sekarang tidak menjadi alasan bagi daerah untuk tidak meningkatkan mutu pendidikannya dengan mengacu sistem pendidikan Chili di atas ,mestinya kita bisa belajar banyak , bagaimana pemerintah dan masyarakat melihat betapa pentingnya pendidikan ke depan, sinergi yang kuat antar keduanya di perlukan di sini , optimalisasi peran wakil rakyat sebagai corong masyarakat juga harus lebih di tingkatkan , investasi tak hanya di bidang ekonomi , investasi pendidikan juga tak kalah pentingnya , mungkin malah jauh lebih penting ,kita mestinya tidak hanya reformasi politik saja reformasi pendidikan jauh lebih penting agar para pemimpin dan politikus mempunyai mental dan integritas kebangsaan yang mumpuni .Tanpa itu semua mustahil Indonesia menjadi bangsa yang `cerdas `dan besar.

Comments

Popular posts from this blog

Lesung

Studi kasus : Konsep pesantren Abdurahman Wahid Di Era Orde Baru Dan Reformasi

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI