Mengembalikan Spiritualitas Agama di Indonesia

……Spiritualitas kaum lelaki dapat dengan mudah terpisah dari dunia material dan keprihatinanya terhadap kehidupan sehari-hari . Gejala seperti ini telah menjadi perhatian sentral bagi gerakan gerakan pembaharuan kebatinan di Indonesia…………….(koentjaraningrat,1985)1 Tesis kuntjaraningrat tentang fenomena spiritualitas Indonesia di atas, membuat Frances S Adeney berpendapat, spiritualitas “yang di definisikan pria” seringkali tidak sesuai dengan masalah –masalah yang di hadapi para perempuan atau tidak memberikan alternatif –alternatif yang hidup terhadap wajah ketergesaan hidup modern”2 . Pendapat Frances tadi, sebenarnya dapat di benarkan, jika di lihat sebagai sebuah kasuistik dan di wilayah atau budaya tertentu masyarakat Indonesia, dan tidak proporsional jika ditarik sebagai sebuah kondisi umum , atau representasi masyarakat Indonesia secara luas , hal ini mungkin bisa dilihat dalam sturuktur masyarakat bali di mana posisi perempuan lebih “aktif “ dan energik dalam beberapa aktifitas keseharian maupun ritualitasnya dan hal ini berbeda , jika kita melihat jawa tengah atau madura, karena wanita dalam struktur masyarakatnya berada dalam sub ordinat atau konco wingking (teman di belakang) bagi kaum laki-laki . Untuk memahami kebangkitan spiritualitas yang terjadi di negara berjuluk “negara kepulauan” ini di perlukan studi kompeherensif dan menyeluruh, ini di perlukan, untuk menghindari kesimpulan yang tergesa-gesa . Agama dan spiritualitas : berbagai definisi Spiritualitas, sebuah kata yang sering terucap , terutama ketika berbicara tentang agama . Ada yang memandang spiritualitas di sini sebagai makna asli agama, ada juga yang mengatakan sebagai jiwa dan ruh agama tersebut. Eka darmaputera (2004) menyebut spiritualitas sebagai sari pati religius yang seringkali tersembunyi di balik ajaran-ajaran dan aturan –aturan formal agama3. Berbeda dengan spiritualisme yang cenderung menjadikan pengalaman sebagai spiritual, spiritualitas menurut Eka justru menjadikan yang spiritual menjadi pengalaman.4. Berbagai definisi tentang agama, seringkali berkutat pada keberadaan spiritualitas dengan berbagai sudut pandang seseorang dalam memahami agama, yang konon sama halnya ketika manusia dalam memahami hidup, sejauh mana manusia mampu menyelami kehidupannya, untuk menemukan makna hidup sejati, sejauh itu pula makna agama mampu di kaji, di resapi, dan agama akan semakin terasa dan terlihat dalam makna dan kualitasnya . Aspek social , psikis, dan budaya , menjadi beberapa factor penting, yang memengaruhi pandangan seseorang, dalam melihat dan meresap “sosok” agama . Seorang Marx , dengan kondisi social yang melingkupinya,menyatakan agama sebagai “candu masyarakat” , pandangan ini, tidak terlepas dari keyakinan agama yang di anutnya (Yahudi), yang ternyata tidak mampu menjadi problem solving masyarakatnya. Waktu itu masyarakat disekitar Marx, di cengkeram kaum kapitalis ( kaum borjuis), bahkan, para elit agama tersebut (Yahudi), mendukung dan mempertahankan rezim kapitalis tersebut. Sungguh ironis, agama, yang seharusnya menjadi pemihak kaum yang lemah (proletar ), menjadi “tameng” bagi kaum penindas. Dan dapat di pastikan akibat dari gagasan Marx tersebut, melahirkan perlawanan hebat, dari kaum proletar terhadap rezim otorirter borjuis. Dari sini muncullah gerakan sosialisme Marx. Persoalan tadi timbul, ketika agama justru telah menjadi mapan , karena bisa di manfaatkan orang – orang yang haus kekuasaan dan di “kompromikan” dengan dengan kemapanan (baca: kekuasaan) dan kemudian menjadi sebuah “titik rawan” social, karena itu benar dengan apa yang dikatakan Ashgor Ali Engineer, dengan kemapanan tersebut, agama bisa mengakibatkan struktur yang menindas bagi masyarakat, terlebih kaum lemah 5 . Beberapa pemikir lain pun berpandangan pesimistis terhadap agama6, mereka tidak berfikir , agama akan mampu ikut serta memecahkan persoalan kemanusiaan , untuk tidak mengatakan menjadi ancaman terhadap kehidupan masyarakat . 7 menunjukkan, dalam melihat sebuah masalah keagamaan di perlukan sikap dan pandangan yang jernih, obyektif, dan komperehensif. Hal ini di penting, untuk menghindari sikap tergesa-gesa , pandangan subyektifi , atau bahkan sikap apriori yang membabi buta,dan pada gilirannya, terjerumus kedalam cara yang secara tidak langsung bisa meremehkan agama , seper ti yang di ungkap Smith dalam Agama –Agama Manusia8 , lebih lanjut Smitt menandaskan, sikap ini sebenarnya tetap mengakui pentingnya agama , tetapi di pakai sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain, dari tujuan agama itu sendiri, sebagai inspirasi seni , kesehatan, sukses, penyesuaian pribadi atau kesetiaan kelompok9. Tapi hal pendapat tersebut di tepis Engineer “ agama adalah sebuah sarana bukan tujuan”10 Ada beberapa makna dan definisi tentang agama tersebut yang kesemuanya berujung pada dinamika dari makna asal agama itu sendiri . Saya sependapat dengan apa yang di kemukakan , Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok11,tentang definisi dan makna agama. Menurut mereka, dalam studi keagamaan , sering di bedakan antara kata religion dengan kata religiosity.kata yang pertama, religion, yang biasa dialih bahasakan menjadi agama , pada mulanya lebih berkonotasi sebagai kata kerja , yang mencerminkan sikap keberagaman atau kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai keTuhanan. Tetapi, pada perkembangannya , religion bergeser menjadi semacam “kata benda “ ; ia menjadi himpunan doktrin , ajaran , serta hukum –hukum yang telah baku ,yamg diyakini sebagai kodifikasi perintah Tuhan untuk manusia 12. Proses perubahan tersebut berlangsung melalui proses sistemasi nilai dan semangat agama , sehingga sosok agama hadir sebagai himpunan sabda Tuhan yang terhimpun literature keagamaan karya para ulama . Dalam Islam , contohnya telah terbentuk ilmu-ilmu keagamaan karya para ulama yang telah di bakukan seperti ilmu kalam , fikih dan tasawuf, yang pada gilirannya masing-masing berkembang dan menjauhkan diri satu dengan yang lain.13 Sedangkan religisiosty/religiositas lebih mengarah kepada kualitas penghayatan, dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai nilai keagamaan yang di yakininya. Istilah yang lebih tepat bukan religiousitas tapi spiritualitas. Spiritualitas lebih menekankan substansi, nilai-nilai luhur keagamaan dan cenderung memalingkan diri dari formalisme keagamaaan , biasanya orang - orang yang lebih menekankan dimensi spiritualitasnya, cenderung bersikap apresiatif terhadap nilai –nilai luhur keagamaan , meskipun, dalam wadah agama lain. 14 mungkin hal inilah yang disebut sebagian orang, sebagai sikap netral. Dalam posisi ini, bagi mereka, agama tidak perlu kedepankan faktor keunggulan agamanya, akan tetapi lebih menonjolkan sikap bersahabat dan penuh rasa solidaritas dalam keberagaman dan perbedaan yang telah menjadi bagian dari sunnatullah. Dalam agama Hindu, spiritualitas di maknai sebagai pengalaman langsung dalam kesadaran seseorang, pengalaman mana menyelutuh atau holistic sifatnya, pengalaman dari kenyataaan bahwa segala sesuatu yang hidup itu Satu sifatnya, suatu kesatuan yang tidak dapat di pisah-pisahkan dan tidak di hinggapi rasa ragu sedikitpun, atau adanya seujung rambut keenggganan menengahi pengalaman ini. 15 lebih lanjut, tentang pemahaman religusittas hindu berasaldari sang “maha resi”Gandhi, dia mengatakan “spiritualitas ialah hidup dengan kesadaran bahwa tuhan senantiasa di dekat kita ( spirituality is living in the present of God always)16 Memperkuat Spiritualitas agama : perlunya sikap inklusif Berbagai pandangan tentang agama, hendaknya di ambil sebagai catatan , pemahaman keagamaan yang berhenti pada simbolisme dan formalisme, tanpa di tunjang semangat spiritualisme, hendaknya di hindari, sebelum mengklaim agama sebagai sebuah sosok yang “eksklusif” dan sacral yang berdasar hanya satu budaya atau madzhab tertentu. Romo mangun wijaya ( 1993) bahkan menekankan perlunya inklusifisme baru, sebagai pengganti proses mental ekslusifisme lama yang mulai di tinggalkan , sehingga di harapkan (inkulifisme) tersebut mampu merangkul seluruh umat manusia tanpa memandang ras ataupun agama, kesemuanya tinggal di pupuk, di pelihara, dan di lindungi17. Lebih lanjut, romo menjelaskan, di perlukan perubahan yang mendalam dari sosok agamawan menjadi manusia yang religius, yang beriman , bertaqwa, berpengharapan , bercinta ,kasih saling menolong, saling solider, saling menjaga perdamaian di tengah dialektik konflik yang di petik hikmahnya, saling melengkapi dan saling mengajak kesuatu dunia yang lebih baik, lebih akrab, dan lebih menjaga kelestarian alam maupun umat manusia yang terus semakin bermekar dan maju, entah kearah mana , Asal kearah yang lebih baik dan lebih memanusiakan manusia18 Dengan demikian tidak perlu di permasalahkan spiritualitas dalam agama di atas, apakah sedang sedang di fahami sebagai berusaha menghindari forma-forma materialistic ataukah memperdulikannya dalam aplikasi sehari- hari, yang terpenting adalah adanya nilai – nilai agung yang di punyai agama, seperti ‘adl ( adil) ihsan (kebajikan), rahmah (cinta kasih) dan hikmah (bijaksana ) ; seperti di punyai Islam, hendaknya di pakai untuk kesejahteraan dan keadilan manusia secara umum demi tegaknya tujuan Rahmatan li al-alamiin; rahmat semesta alam . Wallahu A‘lam Pesantren Ciganjur,23.40/ 05,04,06 (End notes) 1 Di kutip Frances S Adeney dalam Spiritualitas perempuan Era post modern yogyakarta: Pustaka pelajar interfidei,2004, dari Javannese culture , Singapore: Oxford University Press Institute of Southeast Asian Studies, 1985, hal.403 2 Frances S Adeney, dalam spiritualitas perempuan Era post modern , yogyakarta: Pustaka pelajar interfidei,2004, hal. 104 3 Eka Dharma putera Spiritualitas Baru Dan Kepedulian Terhadap Sesama: Suatu Prespektif Kristen, yogyakarta: Pustaka pelajar interfidei,2004, hal.71 4 Ibid 5 Lihat dalam bukunya, terjemahan, Masyarakat Masa Kini Pustaka Pelajar , cet. I / 2004, hal xv 6 “Tuhan telah mati” ( Frederic Nietszce) ,”agama sebagai biang kerok keonaran di muka bumi”,(A.N Wilson) lihat Ahmad Suaedy dalam Agama, Spiritualitas baru dan keadilan interfidei , mei 2004. hal 190 7 Ibid 8 Lihat dalam karyanya, terjemahan, Agama- Agama Manusia hal 12 9 Ibid 10 Lihat dalam bukunya, terjemahan Masyarakat Masa Kini Pustaka Pelajar , cet. I / 2004, hal ix 11 Lihat Metodologi Studi Islam Rosda , cetakan ke tujuh September 2004 hal 3 , Bab I 12 Ibid 13 Ibid 14 Ibid hal 4 15 Sebagaimana dikutip Gedong bagoes oka,dalam sapiritualitas baru dalam agama hindu yogyakarta: Pustaka pelajar interfidei,2004, hal.29, dari DR RR Diwakar, tokoh pemikir hindu modern, yang memuat pendapatnya tadi dalam majalah, Ganndhi Margh vol.vi no1 11 februari 1985 dalam sebuah judul “ Gandhi is spirituality action “ 16 ibid 17 YB mangun wijaya, dalam pergeseran titik berat dari keagamaaan kereligiositas yogyakarta: Pustaka pelajar interfidei,2004, hal.17 18 ibid

Comments

Popular posts from this blog

Lesung

Studi kasus : Konsep pesantren Abdurahman Wahid Di Era Orde Baru Dan Reformasi

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI