TENTANG HADITS MUTAWATIR

Ketika berbicara Ilmu hadits Dirayah ( selanjutnya di kenal sebagai Musthalahul hadits),tidak akan lepas dari bagaimana cara mengklasifikasikan sebuah hadits, baik dari sisi quantitas (banyak-sedikitnya) rawi hadits dan qualitas, di sisi lain . Dari sisi quantitas , di sebutkan,ada dua macam kelompok hadits, yakni hadits Mutawatir dan hadits Ahad. Kita akan membincang salah satunya ,yakni , hadits Mutawatir . Hadits ini menarik karena mengandung berbagai syarat yang ketat, sebagai eksistensinya, di antaranya tentang “wajib” adanya banyak orang yang sedang meriwayatkan hadits dan menutup kemungkinan berbohong dari mereka. Ini menarik , karena terkait dengan beberapa pendapat yang justru “meragukan” ketidakbohongan, beberapa tokoh yang meriwayatkan hadits tersebut. Syarat lain ,yang tidak kalah menarik adalah, dalam kurun waktu tertentu dari masa sahabat yang meriwayatkan sampai , generasi tabiin , harus seimbang jumlah rawinya. Sehingga beberapa tokoh berpendapat, kemustahilan adanya hadits murtawatir tersebut. Definisi Secara etimologi, kata Mutawatir berasal dari bahasa arab, mutatabi`yang artinya yang datang berturut-turut, dengan tidak ada jaraknya . Secara istilah hadits Mutawatir mempunyai banyak definisi, di antaranya “Hadits yang di riwayatkan oleh banyak orang dan di terima dari banyak orang pula , yang menurut adat mustahil mereka, bersepakat untuk berdusta” Syarat –syarat Syarat –syarat di bawah ini, berasal dari pendapat ulama muta`akhirin (ulama yang datang belakangan), syarat –syarat tersebut adalah : 1. Diriwayatkan oleh banyak perawi , mengenai berapa jumlah perawinya, ulama berbeda pendapat dalam hal ini Abu Thayyib, menentukan sekurang-kurang nya harus ada 4 orang, sebagaimana jumlah saksi dalam yudisial., Ashab As-syafii, mensyaratkan minimal 5 orang, sebagaimana jumlah nabi-nabi Ulul Azmi, ulama lain ada yang menyatakan sampai 20, dan 40 orang. 2. Khabar/hadits tersebut haruslah , apa yang di tangkap secara utuh, dari panca indera (hissi) manusia, bukan hasil inetepretasi seseorang. 3. Adanya keseimbangan dari jumlah rawi pada generasi/lapisan pertama periwayat hadits tersebut, yakni, para shahabat terdekat nabi samapi generasi sesudahnya sampai tabiin , misalnya. 4. Dan ,terakhir, adanya kepastian yang menimbulkan keyakinan ,akan bebasnya para perawi,yang banyak tersebut, dari kebohongan . Dari berbagai persyaratan tadi, sebenarnya , dapat di ketahui betapa ketatnya persyaratan bagi sebuah hadits, untuk dapat di katakan sebagai hadits Mutawatir. Bahkan Ibnu Hibban dan al Hazimy ,keduanya mengingkari adanya hadits tersebut, terkait dengan kemustahilan terpenuhinya syarat diatas. Akan tetapi Ibnu As-Shalah , walaupun mengatakan hanya sedikit saja hadits tersebut ,tetap ada . demikian halnya Ibnu Hajar, bahkan dia (Ibnu Hajar), menyebut beberapa kitab, yang berisi kumpulan hadits –hadits Mutawatir, diantaranya Al-azhru`l-Mutanatsirahfi`l –akhbari Mutawatirah, yang di karang Imam Suyuthi (911 H), Qatful –Azhar , dan Nadhmul Mutanatsir min al Hadits`l Mutawatir , karangan, Muhammad `Abdulah bin Ja`far Al Kattany (1345) . Pengelompokan Ada perbedaan di antara Ulama, tentang pembagian hadits Mutawatir tersebut, satu pihak mengatakan dua kelompok yakni, hadits Mutawatir lafdzi dan ma`nawi, di pihak lain menambahkanj satu lagi yaitu, `amali.Tapi yang terakhir tidak cukup di kenal dikalangan ahlu hadits . 1. Mutawatir lafdzi, artinya hadits tersebut di riwayatkan oleh banyak orang , dengang susunan redaksi dan makna yang sama (letterlejk). 2. Mutawatir maknawi., yaitu,hadits mutaatir yang susunan redaksi hadits di antara rawi berbeda , tapi pada prinsipnya mengandung makna yang sama . Faedah Hadits ini memberi faedah ilmu dhoruri ,yaitu sebuah ilmu yang menghantarkan kepada keyakinan si penerima hadits unutk menerima secara utuh dan tidak perlu \ragu lagi, akan keadilan dan kedhabitan (daya ingat) para rawinya, yang tidak mungkin untuk berbohong.Bahkan, Ibnu Taymiyah mewajibkan, bagi siapa yang meyakini kebenarannyanya, untuk mengamalkan hadits tersebut.serta bertaklid kepada orang lain yang telah mennyepakati “kemutawatiran” hadits tersebut, bagi orang yang belum mengetahuinya. . Wallahu a`lam Referensi 1. ILMU HADITS , Dr. Utang Ranuwijaya, Jakarta, Gaya Media pratama ,cet IV,2001. 2. ISTIHSAR MUSTHALAHUL HADITS ,Drs. Fathurrohman ,Al Ma`arif , Bandung, cet I , 1974

Comments

Popular posts from this blog

Lesung

Studi kasus : Konsep pesantren Abdurahman Wahid Di Era Orde Baru Dan Reformasi

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI