METODOLOGI HUKUM ISLAM

Persoalan yang mengemuka dewasa ini, dalam ranah pemikiran metodologi hukum islam (Ushul Fiqh), di Indonesia, adalah, tentang perdebatan seputar perlunya metodologi hukum yang baru, atau tidak . Setidaknya ada empat pihak yang “berdialektika” seputar hal tersebut. Satu pihak berpendapat, mengatakan perlu adanya pembaruan (tajdid), karena, selama ini metodologi hukum yang di gunakan adalah produk hukum pada masa lalu , yang tidak lagi sesuai dengan semangat zaman dan konteks sekarang . Kelompok yang getol menyuarakan pemikiran tersebut adalah yang konon berada dalam gerbong liberalisme seperti JIL, Wahid institute, JIMM, Islam emansipatoris.Tokoh – tokoh yang di jadikan rujukan , adalah ulama yang berani “tampil beda” pada masanya, seperti Ibn Hazm (paradigma zhahiriyah), Ibn rusyd (penekanan Maqashid –as-syari‘yyah) , Al-Syatibi (konsep kulliyah) dan pemikir kontemporer seperti Nashr Hamid Abu Zaid Dan Abid Jabiri, yang kesemuanya bercorak rasionalistik dalam memahami teks. Pihak lain,berpendapat, tetap menggunakan metodologi hukum yang telah ada, yakni, metodologi yang di gagas para mujtahid ,toh menurut kelompok kedua ini, metodologi tadi masih memberi ruang bagi kita, untuk mengembangkan sesuai dengan parameter yang telah di gariskan para pencetus metodologi tadi. Di contohkan, dalam Ushul fiqh Assyafiiyah, terdapat peng-eksplor-an, sekitar 200 ayat ahkam , sedangkan di dalam alquran ada sekitar 500 ayat ahkam , jadi, masih terbuka kemungkinan untuk menggali sekitar 300 ayat lagi. Kelompok ini terdiri dari sebagian besar ulama yang berpegang teguh pada tradisi keulamaan dan sebagian kaum muda yang merasa masih enjoy dengan metodologi tadi, sekedar menyebut nama, mungkin seperti, Islam Post-Tradisionalisme (Pos-tra) . Kelompok terakhir, adalah kelompok yang bersuara lantang untuk mengembalikan permasalahan hukum kontemporer kepada ‘hanya‘ alqur‘an dan al-hadis, kelompok ini, berkeyakinan semua permasalahan telah di jelaskan semua lewat alquran dan al- hadits. Kelompok tersebut di kenal skriptualis. Sekedar menyebut nama, mungkin seperti , Hizbut tahrir, FPI berada dalam gerbong ini. Kelompok yang terakhir, adalah mereka yang menggunakan akal sebagai satu-satunya parameter dalam menyikapi permasalahan hukum , setelah alquran dan as-sunnah , menurut kelompok ini kebenaran teks terletak “hanya” kepada kebenaran yang telah di verifikasi akal. Dengan dasar inilah mereka berani mengatakan tidak bergantung kepada ijtihad ulama zaman dulu dan mereka cukup melakukannya sendiri. Kelompok ini di antaranya adalah syiah . sebenarnya seberapa jauh persoalan tersebut ramai di diskusikan bahkan di demonstrasikan , sangat tergantung dengan dimensi yang melingkupi pencetus metodologi . Unsur sosial, budaya, bahkan politis adalah beberapa hal yang mendorong di lahirkannya sebuah hukum. Definisi dan sejarah Menurut Darraz dkk, dalam metodologi teologi, metodologi berasal dari kata metode yaitu, cara yang teratur dan sistematis . Pius A Partanto dan M.dahlan Al-barry, dalam kamus Ilmiah populer menjelaskan metodologi berasal dari istilah ilmu metode,yakni, ilmu cara-cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisa sesuatu)atau penjelasan serta menerapkan cara .Sedangkan Hukum ,menurut Abu Zahroh ,seorang guru besar Ushul fiqh Al- azhar, di definisikan sebagai khitob( Firman) Allah SWT yang di hubungkan kepada af‘al(tingkah laku) mukallalaf( yang sudah terkena tindakan hukum). Jadi, metodologi hukum islam adalah, sebuah cara untuk menjelaskan berbagai aturan-aturan yang telah di gariskan Allah SWT, lewat wahyu yang di bawa nabi Muhammad SAW . Hukum islam mempunyai lima kata keramat : wajib, sunah, haram Makruh dan mubah. Mula mula, kata ini tidak langsung final dengan nama demikian. Dari zaman Nabi sampai Syafi’I dan entah kapan kata-kata ini menjadi final. Sebagai kata kata masyur dalam istilah hukum hukum islam (fiqih). Orang akan sering berkata bahwa sesuatu itu wajib, yang ini haram, yang begini …yang begitu dan seterusnya. Meskipun demikian, kata-kata diatas juga mempunyai sinonoim seperti wajib dengan fardhu, sunnah, dengan mustahab atau mandub. Awal munculnya istilah hukum dari para mujtahid terdahulu tidak serta merta mengunakan term “ Al-ahkam al-khomsah.” Lihat Auza’I mengunakan istilah la ba’sa (tidak apa-apa), bukan mubah. Begitu juga dengan Imam malik. Sedangkan Umar bin khoytum memakai istilah la ba’sa bihi (tidak masalah dengan itu). Lalu Al_syaibani, mengunakan istilah jaiz dan la’basa bihi untuk mubah dan la khaira untuk istilah yang akrab dengan kita “haram.” Sementara itu untuk membedakan makruh dan haram tidak begitu jelas. Sedangkan wajib, beliau mengunakan istilah afdhol. Sampai Syafi’I beliau menemukan istilah fardhu kifayah, istilah yang belum digunakan sebelumnya . Periode pembentukan hukum Setelah Nabi Muhammad SAW wafat (12 rabiul awal / 8 juni 632 M), timbul berbagai permasalahan seputar bagaimana menentukan hukum –hukum baru, yang biasa di tanyakan langsung bagi para sahabat kepada nabi. Pada masa itu, menurut Wael B Hallaq dalam Sejarah Teori Hukum Islam hanya ada dua perangkat hukum yang berlaku di tengah masyarakat ,yakni, hukum adat pra arab dan Alquran , sehingga masyarakat masih belum menggunakan alquran dan al-hadist,-sebagai sumber utama dalam islam- sebagai rujukan hukum secara kaffah .Walau akhirnya, semenjak khalifah pertama, yakni, abu bakar(w.13/634) telah mengingatkan masyarakat agar menerapkan sistem hukum seperti halnya di terimanya dari nabi dari al-qur‘an dan al-hadits seperti pesan dia kepada para tentara yang di kirim ke syiria “ ………Bagi mereka yang tidak menerimamu , kamu harus berjuang , berbuatlah kamu dengan hati-hati sesuai dengan peraturan dan hukum –hukum vertikal yang di turunkan oleh tuhan kepadamua melalui nabi . Demikian halnya khalifah sesudah Abu Bakar r.a yakni, Umar r.a utsman r.a , dan ali karramallu wajhah, walaupun sudah ada upaya –upaya ijtihad dalam menetapkan hukum, tapi, semuanya mengacu kepada Al-qur‘an dan al-hadits. Selanjutnya pada masa dinasti umayah , semakin mempertegas posisi al-quran sebagai sumber, yang darinya keputusan –keputusan hukum dalam kekhalifahan di ambil. Jadi pada masa awal tersebut relatif belum ada upaya diskusi yang signifikan tentang naskh dan kontroversi –kontroversi status ayat ayat tertentu. Baru pada generasi tabi‘in terdapat diskusi yang intens. Mereka adalah seperti Ibrahim Al-Nakhoi(w.95/713), Muslim bin Yasar(w.101/719),Mujahid bin jabir(w.104/722),al-Hasan al Basri(w.110/728), Qatada bin Di‘ama al-sadusi (ww.117/735) dan ibn Shihab al-zuhri(124/742), bahkan dua nama terakhir diatas mewariskan karya yang membuktikan permulaan suatu teori naskh, teory yang telah di artikulasikan dalam bentuk menyerupai karya sastra. Seperempat terakhir abad pertama, terjadi peningkatan aktivitas intelektual hukum di mana muslim arab dan non-arab yang konversi ke islam mulai mengambil peran , karena islam pada masa itu sudah menyebar ke hampir seluruh jazirah arab, bahkan sampai Hijaz Iraq dan syiria dan akhirnya mesir yang menjadi terkenal sebagai pusat- pusat aktivitas intelektual pada masanya . Selanjutnya, pada Abad kedua hijriyah, baru di mulai rumusan hukum yang lebih sistematis ,walaupun tetap mengacu alquran dan al hadis serta pengikutnya ,tapi sampai pada tingkatan tertentu terdapat aktifitas hukum yang di pegaruhi oleh praktik –praktik administratif dan hukum yang berlaku di berbagai tempat. Pada masa antara pertengahan abad kedua, imam-imam madzhab sunni muncul, setelah sebelumnya imam madzhab syiah ,imam Ja`far Shodiq muncul. Para imam ini menggunakan berbagai metodologi istimbath hukum, sebuah metodologi yang di gunakan dalam menetapkan hukum yang di sebut juga ushul fiqh. Metode ini menetapkan kriteria validitas bagi pengembangan hukum dari sumbernya dalam wahyu dan sunnah , tokoh-tokohnya seperti imam Abu Hanifah( w.150/767) di kenal dengan metode qiyas dan istihsan 93, imam Maliki (93-173) dengan metode masalih al-mursalah dan syadduzzari‘ah imam syafi‘I (150-204 H/767 - 829)terkenal dengan metode ijma‘ dan qiyas imam ahmad bin hambal( 164 H) dengan pendekatan metode syadduz zari‘ah dan istishab Metodologi Hukum Islam Beberapa metodologi istimbat hukum dalam Islam, adalah: 1. qiyas (analogi) qiyas artinya menyamakan hukum sesuatu kasus yang tidak di sebutkan dalam nash alqur‘an dan as-sunnah dengan sesuatu yang hukumnya telah di sebutkan dalam nash secara tegas,karena ada persamaan illat menurut wael B hallaq ada empat unsur pokok qiyas yakni, 1.Kasus baru(far‘)yang membutuhkan sebuah solusi hukum 2. Kasus asli(asl) yang ada dalam sumber-sumber utama alquran ,sumnnah dan konsensus 3.Alasan,ratio legis ,(illat),sifat umum yang da pada kasus baru dan asli 4. Norma hukum (hukm), yang di nisbahkan kepada kasus baru dan karena persamaan,antara duua kasus ,yang di transfer dari kasus lama ke kasus baru Contoh kasus: dalam menetapkan hukum bir dan wiisky ,kedua jenis minuman mengandung zat yanga dapat memabukkan ,seperti yang terdapat pada khomr. Maka karena persamaan illat dengssan khamar (memabukkan) itulah,wisky di hukumi haram. 2. Istihsan Istihsan artrinya beralih dari suatu ketetapan qiyas kepada hasil qiyas lain yang lebih kuat ,atau dengan kata lain ,mentakhsis qiyas dengan dalil yang lebih kuat. Contohnya : seorang muslim haram melihat aurat seorang perempuan akan tetapi di perboleh kan untuk kondidisi tertentu ,seperti ketika dokter memeriksa pasiennya. 3. Masalih Al Mursalah Pengertiuan masalih al mursalah adalah menetapkan hukum dalam hal-hal yang sama sekali tidak di sebutkan dalam nash secara jelas dengan pertimbangan untuk kepentingan hidup manusia yang bersendikan asas menarik manfaat dan menghilangkan madharat Menurut wael dengan pertimbangan asas manfaat diatas harus memenuhi tiga kriteria persyaratan, universalitas, kepastian dan menjaga kepentingan tujuan hukum 4. Syadduz zari‘ah Arti metode ini adalah sebuah metode yang berprinsip mengubah sesuatu yang hukumnya mubah menjadi haram bila mana sesuatu itu akan membawa kepada hal yang di larang agama. Misalnya, dalam sura almaidah ayat 5, seorang lelaki muslim boleh menikahi peempuan ahlil kitab , namun dalam kondisi tertentu bisa dilarang ,ketika perkawinan tersebut berakibat lemahnya iman lelaki tersebut. 5. Ishtishab Sebuah metode yang mengangggab suatu hukum tetap berlaku seperti semula selama tidak ada suatu bukti atau dalil yang mengubahnya. Contoh : asal mula air adalah suci sampai ada dalil yang membuatnya najis. Dialektika Ijtihad : menuju solusi Sebenarnya ada yang menarik dari para penggagas metodologi diatas, terutama karena walaupun mereka hidup hampir sezaman ,akan tetapi pendekatan yang mereka lakukan dalam menetapkan hukum berbeda-beda . Pola pendekatan qouli(literalis) dan manhaji ( konstektual metodologis ) mewarnai istimbath hukum mereka . Kehendak untuk melakukan pembakuan cara –cara berfikir dalam fiqh lahir dalam situasi ketegangan antara pendukung hafdits(naql) dan ra‘y(aql,rasio) yakni, antara pengikut imam malik dan imam abu hanifah. Imam malik di nilai terlalu kuat dalam berpegangan hadits ,sementara imam abu hanifah terlalu sering mengabaikan hadis demi ro‘y. Kenyataan inilah yang mendorong salah satu murid imam malik ,imam syafi‘I menyusun satu metodologi hukum yang selain bisa mempertemukan kedua kubu diatas ,juga menjadi pedoman dalam menarik kesimpulan hukum yang baku dari teks-teks agama. Sehingga pertentangan keduanya bisa diredam, dan metode ini tertuang dalam karyanya Al-risalah . Dalam kitab ini, terdapat dua titik yang di jadikan penelitian imam syafii, yang bisa di garis bawahi ,satu,penalaran hukum berdasarkan pada analisa bahasa dan kedua, sistem Ijtihad berdasarkan analogi atau Qiyas Dan , persoalan yang mengemuka sekarang, adalah, perbincangan tentang kemashlahatan umat manusia dalam pemikiran ushul fiqh haruslah dari kritik terhadap qiyas dan beberapa metode yang terlalu kaku untuk istimbath hukum kekinian. Menurut baso, dalam qiyas inilah pemikiran manusia di kekang dan di belenggu sehingga tidak memungkinkan dirinya berfikir tentang sesuatu yang berada di luar teks , dan itu artinya susuatu yang berada di luar garis ortodoksi . Seperti halnya ketika berbicara isu –isu kontemporer semisal HAM, sosialisme dan kloning dan lainnya , partanyaanya adakah teks yang menjadi rujukannya ? kalu tidak ada ada, percuma dong, berbicara tentang perjuangan membela kelompok –kelompok terpinggirkan , tentang Islam sebagai rahmatan lil alamin ,atau kritik terhadap kemapanan ortodoksi, Demi hanya teks! Wallahua‘lam Daftar pustaka Pius A Partanto dan M.dahlan Al-barry, dalam kamus Ilmiah populer Wael B Hallaq dalam Sejarah Teori Hukum Islam Terjemahan , Rajawali Press, september 2001 Didin saefuddin buchori, Metodologi Studi Islam,Granada Sarana Pustaka,cet pertama 2005 Ahmad baso,makalah pada Ushul Fiqh Progresif ,wahid institute,2005 dengan judul Ushul fiqh ,sejarah,penerbit tidak jelas Muhammad Sya`dullah Dkk, Sekilas tentang sumber ijtihad, Darraz dkk, makalah , dalam metodologi teologi 2006

Comments

Popular posts from this blog

Lesung

Studi kasus : Konsep pesantren Abdurahman Wahid Di Era Orde Baru Dan Reformasi

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI